Laman

Kamis, 13 Oktober 2011

Menyediakan Bantuan Kepada Pelanggan


     1.  Hakikat dan Pengertian Pelayanan Prima

Secara sederhana, pelayanan prima (excellent service) adalah suatu pelayanan yang terbaik dalam memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan. Dengan kata lain, pelayanan prima merupakan suatu pelayanan yang memenuhi standar kualitas. Pelayanan yang memenuhi standar kualitas adalah suatu pelayanan yang sesuai dengan harapan dan kepuasan pelanggan/masyarakat.

Dalam pelayanan prima terdapat dua elemen yang saling berkaitan, yaitu pelayanan dan kualitas. Kedua elemen tersebut sangat penting untuk diperhatikan oleh tenaga pelayanan (penjual, pedagang, pelayan, atau salesman). Konsep pelayanan prima dapat diterapkan pada berbagai organisasi, instansi, pemerintah, ataupun perusahaan bisnis.

Perlu diketahui bahwa kemajuan yang dicapai oleh suatu negara tercermin dari satandar pelayanan yang diberikan pemerintah kepada rakyatnya. Negara-negara yang tergolong miskin pada umumnya kualitas pelayanan yang diberikan di bawah standar minimal. Pada negara-negara berkembang kualitas pelayanan telah memenuhi standar minimal. Sedangkan di negara-negara maju kualitas pelayanan terhadap rakyatnya di atas standar minimal.

Terdapat beberapa definisi tentang kualitas pelayanan yang dikemukakan oleh para ahli. Dan dari sejumlah definisi tersebut terdapat beberapa kesamaan, yaitu:

1.    kualitas merupakan usaha untuk memenuhi harapan pelanggan
2.    kualitas merupakan kondisi mutu yang setiap saat mengalami perubahan
3.    kualitas itu mencakup proses, produk, barang, jasa, manusia, dan lingkungan
4.    kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Vincent Gespersz menyatakan bahwa kualitas pelayanan meliputi dimensi-dimensi sebagai berikut:
a.    Ketepatan waktu pelayanan berkaitan dengan waktu tunggu dan proses.
b.    Kualitas pelayanan berkaitan dengan akurasi atau kepetatan pelayanan.
c.    Kualitas pelayanan berkaitan dengan kesopanan dan keramahan pelaku bisnis.
d.    Kualitas pelayanan berkaitan dengan tanggung jawab dalam penanganan keluhan pelanggan.
e.    Kualitas pelayanan berkaitan dengan sedikit banyaknya petugas yang melayani serta fasilitas pendukung lainnya.
f.     Kualitas pelayanan berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi, dan petunujuk/panduan lainnya.
g.    Kualitas pelayanan berhubungan dengan kondisi lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas musik, AC, alat komunikasi, dan lain-lain.

     2.  Sejarah Perkembangan Pelayanan Prima  
       
Menurut Garvin dalam bukunya, Managing Quality, menyebutkan bahwa kualitas sebagai suatu konsep telah lama dikenal orang, akan tetapi kemunculannya sebagai fungsi manajemen terjadi belum lama ini. Menurutnya, bahwa konsep dan pendekatan kualitas mengalami tahap-tahap perkembangan, antara lain pendekatan inspeksi, pengendalian kualitas statistikal, jaminan kualitas, dan manajemen kualitas strategic.

Tahapan perkembangan kualitas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

a.  Pendekatan inspeksi
           
Dalam era ini inspeksi atau pengawasan terhadap produk dilakukan secara langsung dan dibandingkan dengan standar yang seragam. Sejak awal abad ke-20 kegiatan inspeksi dikaitkan dengan pengendalian kualitas. Pada waktu itu kualitas dipandang sebagai fungsi manajemen tersendiri.


b.  Pendekatan statistikal

Gerakan penilaian kualitas yang menggunakan pendekatan ilmiah untuk pertama kalinya berlangsung pada tahun 1931, yaitu dengan dipublikasikannya hasil karya W.A. Shewhart, seorang peneliti kualitas dari Bell Telephone Laboratories. Ia menyebutkan bahwa variabilitas merupakan suatu kenyataan dalam industri dan hal ini dapat dipahami dengan menggunakan prinsip probabilitas dan statistik.
Dua rekan Shewart mengembangkan teknik statistik untuk melakukan sampling sejumlah item yang terbatas di setiap kelompok produksi. Sasarannya adalah untuk melakukan trade-off antara biaya tinggi akibat inspeksi 100% dengan resiko dari salah satu keadaan berikut:

·         Menerima suatu kelompok produk yang sesungguhnya terdiri dari item-item yang rusak dalam presentasi tinggi, dan

·         Menolak suatu kelompok produk yang sesungguhnya memenuhi standar kualitas.

c.  Pendekatan jaminan kualitas
           
Dalam era ini terdapat pengembangan empat konsep baru yang penting, yaitu biaya kualitas, pengendalian kualitas terpadu (total quality control), reliability engineering, dan zero defect.

Biaya kualitas adalah istilah yang diciptakan oleh Yoseph Juran untuk menjawab pertanyaan “seberapa besar kualitas dirasa cukup?”. Dan
Menurutnya, biaya untuk mencapai tingkat kualitas tertentu dapat dibagi menjadi biaya yang dapat dihindari dan biaya yang tak dapat dihindari. Biaya yang tak dapat dihindari dikaitkan dengan inspeksi dan pengendalian kualitas yang dirancang untuk mencegah terjadinya kerusakan (defects). Biaya yang dapat dihindari adalah biaya kegagalan produk yang meliputi bahan baku yang rusak, jam kerja yang digunakan untuk perbaikan, pemrosesan keluhan, dan kerugian finansial akibat pelanggan yang kecewa.
Implikasi pandangan Juran ini adalah bahwa pengeluaran tambahan untuk perbaikan kualitas dapat dijustifikasi selama biaya kegagalan masih tinggi.

Total Quality Control (TQC) merupakan hasil pemikiran Armand Feigenbaum yang dikemukakannya pada tahun 1965. Menurut pendapatnya bahwa pengendalian dimulai dari perancangan produk dan berakhir jika produk telah sampai ke tangan pelanggan yang puas. Prinsip utamanya adalah quality is every body’s job.

Ia menyatakan bahwa kegiatan kualitas dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori, yaitu:
·         Pengendalian rancangan baru
·         Pengendalian bahan baku yang baru datang
·         Pengendalian produk
Sistem kualitas saat ini juga memasukkan pengembangan produk baru, seleksi pemasok, dan pelayanan pelanggan.

Reability engineering muncul pada tahun 1950-an, yang didorong oleh kebutuhan Angkatan Bersenjata Amerika untuk memiliki peralatan elektronik dan senjata udara yang dapat diandalkan, bekerja dengan baik, serta menghindari kebutuhan untuk penggantian suku cadang yang mahal.

Zero defects pertama kali dimunculkan oleh Martin Company pada tahun 1961-1962. Konsep ini timbul karena kebutuhan pelanggan militer akan produk yang tidak hanya bekerja baik pada saat pertama kali, tetapi juga diserahkan tepat waktu. Konsep zero defects lebih dipusatkan pada harapan manajemen dan hubungan antar pribadi dari pada keterampilan rekayasa. Tujuan utamanya adalah mengharapkan kesempurnaan pada saat pertama dan fokusnya pada identifikasi masalah pada sumbernya dengan perhatian khusus untuk mengoreksi  penyebab umum kesalahan karyawan, seperti kurang pengetahuan, kurangya fasilitas yang tepat, kurangnya perhatian, kesadaran, dan motivasi karyawan.
Menurut konsep zero defects kesalahan yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dapat diatasi dengan menggunakan teknik-teknik pelatihan modern. Kesalahan karena kurangnya fasilitas yang memadai dapat diatasi dengan survey pabrik dan peralatan secara periodic. Adapun kesalahan yang disebabkan oleh kurangnya perhatian merupakan kesalahan yang paling sulit untuk dideteksi. Olah karena itu, perlu diatasi dengan program zero defects.

Era ketiga konsep manajemen kualitas ini menendai titik balik yang nenentukan. Konsep ini menaruh perhatian utama pada pelanggan dan inisiatif karyawan sebagai masukan penting bagi program peningkatan kualitas. Gerakan manajemen kualitas dengan penekanan pada pelanggan muncul hampir bersamaan dengan pemikiran dan konsep baru tentang manajemen sumber daya manusia, konsep ini mendorong manajer (pimpinan) untuk menawarkan wewenang yang lebih besar kepada karyawan, seperti strategi zero defects yang berfokus pada motivasi dan inisiatif karyawan.

d.  Pendekatan manajemen kualitas strategis

Untuk memberikan gambaran tentang pendekatan manajemen kualitas strategis, berikut ini akan dikemukan pengalaman-pengalaman perusahaan Jepang dan perusahaan Amerika dan Eropa.

Pengalaman perusahaan Jepang

Beberapa inovasi dilakukan oleh para ahli Jepang, seperti Diagram Sebab-Akibat hasil pemikiran Kooru Ishikawa (1952), gugus kendali mutu (1962), company wide quality control (1968), dan quality function deployment (1972).
Gugus kendali mutu terdiri dari kelompok-kelompok kecil karyawan yang dilatih keterampilan dalam menangani kualitas. Mereka didorong untuk mengambil inisiatif dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah serta mengusulkan perbaikan pada manajemen.
Companywide quality control pada dasarnya merupakan perluasan dari ide TQC yang dikemukakan oleh Feingenbaum. Adapun komponennya adalah sebagai berikut.

·         Keterlibatan semua fungsi dan bidang dalam peningkatan kualitas pelayanan.
·         Keterlibatan semua level dan manajemen puncak sampai karyawan front-line dalam memperhatikan kualitas pelayanan.

·         Filosofi perbaikan kualitas secara berkesinambungan.

·         Orientasi pada pelanggan karena kualitas ditentukan dari sudut pandang pelanggan atau masyarakat.

                
Pengalaman perusahaan Amerika dan Eropa
              
Menjelang awal tahun 1980-an perusahaan-perusahaan dikawasan Amerika dan Eropa mulai menyadari pentingnya peranan strategis kualitas yang telah diadopsi jepang selama lebih dari satu decade sebelumnya.

Kesadaran ini muncul terutama karena tekanan persaingan dari produk industri Jepang yang memiliki keunggulan dalam kualitas. Sedikitnya ada tiga buku yang mendapat perhatian dan minat ahli manajemen terhadap kualitas selama decade 1980-an. Yang pertama  adalah buku yang berjudul  Quality is Free (1979) hasil karya Philip Crosby yang menyatakan bahwa kualitas yang sempurna mencakup dua hal, yaitu tepat secara teknis dan layak secara ekonomis.
Buku yang kedua adalah In Search of Excellence (1982) hasil karya Tom Peters dan Robert Waterman yang menyoroti perusahaan-perusahaan Amerika yang sukses dan mengidentifikasi faktor-faktor keberhasilannya.
Buku yang ketiga adalah Managing Quality (1988) karangan David Garvin  yang memberikan tinjauan terhadap evolusi sejarah kualitas, sehingga memberikan pemahaman menyeluruh mengenai mengenai kualitas dari perspektif filosofi ekonomi dan pemasaran dengan menyajikan contoh-contoh penting dari industri yang berbeda.

e.  Obsesi kualitas menyeluruh

Selain keempat era yang dikemukakan oleh Garvin tersebut, Christopher Lovelock menambahkan era kelima, yaitu obsesi kualitas menyeluruh  (Total Quality Obsession). Tahun 1987 dipandang sebagai awal dari era kualitas kelima ini.
Pada bulan Agustus 1987 Konggres Amerika memberikan penghargaan Malcolm Balrige National Award kepada kedua perusahaan pada setiap kategori: fanufactur, jasa dan usaha kecil. Sasaran utama penghargaan tersebut adalah untuk meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya kualitas.
Hal yang mendasari era kelima ini adalah konsep kualitas absolut dan zero defect yang juga disebut kualitas (total quality). Jalan satu-satunya untuk mencapai keabsolutan tersebut adalah Total Quality Control (TQC) yang didorong oleh Total Quality Management (TQM).

   
3.  Pengertian Pelanggan

Dalam pengertian sehari-hari pelanggan adalah orang-orang yang kegiatannya membeli dan menggunakan suatu produk, baik barang maupun jasa, secara terus menerus. Pelanggan atau pemakai suatu produk adalah orang-orang yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan-perusahaan bisnis. Adapun pihak-pihak yang berhubungan dan bernegosiasi dengan perusahaan-perusahaan bisnis sebelum tahap menghasilkan produk dinamakan pemasok.

Dilihat dari segi perbaikan kualitas, definisi pelanggan adalah setiap orang yang menuntut pemberian jasa (perusahaan) untuk memenuhi suatu standar kualitas pelayanan tertentu, sehingga dapat memberi pengaruh pada performansi (performance) pemberi jasa (perusahaan) tersebut. Dengan kata lain, pelanggan adalah orang-orang atau pembeli yang tidak tergantung pada suatu produk, tetapi produk yang tergantung pada orang tersebut. Oleh karena pelanggan ini pembeli atau pengguna suatu produk maka harus diberi kepuasan.

Secara garis besarnya terdapat tiga jenis pelanggan, yaitu pelanggan internal, pelanggan perantara, dan pelanggan eksternal. Ketiga jenis pelanggan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

a.  Pelanggan internal

Pelanggan internal (internal costumer), adalah orang-orang atau pengguna produk yang berada di dalam perusahaan dab memiliki pengaruh terhadap maju mundurnya perusahaan.

Pelanggan internal (internal costumer), adalah orang-orang atau pengguna produk yang berada di dalam perusahaan dab memiliki pengaruh terhadap maju mundurnya perusahaan.

Berdasarkan keanggotaannya, pelanggan internal ada dua macam, yaitu pelanggan internal organisasi dan pelanggan internal pemerintah.

Pelanggan internal organisasi
Adalah setiap orang yang terkena dampak produk dan merupakan anggoata dari organisasi yang menghasilkan produk tersebut.

Pelanggan internal pemerintah
Adalah setiap orang yang terkena dampak produk dan bukan anggota organisasi penghasil produk, tetapi masih dalam lingkungan atau instansi pemerintah.



b.  Pelanggan perantara       

Pelanggan perantara (intermediate costumer) adalah setiap orang yang berperan sebagai perantara produk, bukan sebagai pemakai. Komponen distributor, seperti agen-agen Koran yang memasarkan Koran, atau toko-toko buku merupakan contoh pelanggan perantara.
Misalnya Penerbit Armico Bandung memerima pesanan buku dari toko buku untuk dijual kepada siswa SMK maka dalam hal ini Penerbit Armikco bertindak sebagai pemasok, toko buku sebagai pelanggan perantara, dan siswa SMK sebagai pelanggan akhir atau pelanggan nyata (real costumer).

c.  Pelanggan eksternal

Pelanggan eksternal (external costumer), adalah setiap orang atau kelompok orang pengguna suatu produk (barang/jasa) yang dihasilkan oleh perusahaan bisnis. Pelanggan eksternal inilah yang berperan sebagai pelanggan nyata atau pelanggan akhir.

4. Jenis-jenis Harapan/Kebutuhan Pelanggan
      
Pada dasarnya salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh setiap perusahaan bisnis adalah memberikan kepuasan kepada para kolega dan pelanggannya. Namun dalam praktiknya tidak mudah untuk mencapai tujtuan tersebut. Salah satu faktor penyebabnya adalah masih rendahnya mutu tenaga pelayan atau penjual dalam memahami dan melaksanakan prinsip-prinsip pelayanan prima.

Penerapan pelayanan prima yang dapat memberikan kepuasan kepada kolega dan pelanggan pada dasarnya mempunyai manfaat sebagai berikut.

·         Dapat menciptakan komunikasi yang positif dan harmonis antara perusahaan bisnis dengan kolega dan pelanggan.

·         Dapat mendorong bangkitnya rasa simpatik dan loyalitas dari para kolega dan pelanggan.

·         Dapat membentuk opini publik yang positif, sehingga hal ini dapat menguntungkan bagi kemajuan perusahaan.

·         Dapat meningkatkan omzet penjualan dan keuntungan perusahaan, sehingga mendorong dihasilkannya produk baru yang berkualitas.

·         Dapat membina hubungan yang baik dan harmonis dengan para kolega dan pelanggan.

Pelayanan tidak bisa dipisahkan dengan kepuasan pelanggan. Sebab tujuan utama dari pelayanan prima adalah untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Tentang pengertian kepuasan terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah seperti berikut ini.

1.  Menurut Wikie
Kepuasan pelanggan adalah suatu tanggapan emosional pelanggan terhadap pengalamannya setelah mengkonsumsi suatu produk atau jasa.

2.  Menurut Engel
Kepuasan pelanggan adalah evaluasi purna beli terhadap terhadap alternatif produk yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidak puasan timbul jika hasil (out-come) tidak sesuai dengan harapan.                                         

3.  Menurut Kotler
Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan produk dan kinerja yang ia rasakan dengan kebutuhan dan harapannya.

Untuk mewujudkan dan mempertahankan kepuasan pelanggan, perusahaan bisnis perlu melakukan beberapa tindakan berikut ini.

·         Mengidentifikasi harapan dan kebutuhan para pelanggannya
·         Memenuhi harapan dan kebutuhan para kolega dan pelanggan terhadap kualitas produk barang atau jasa.
·         Mempelajari dan menguasai prinsip-prinsip pelayanan prima
·         Memahami teknik pengukuran umpan balik tentang kepuasan pelanggan.

Secara garis besarnya terdapat tiga tingkatan harapan pelanggan terhadap kualitas pelayanan, yaitu asumsi, spesifikasi, dan kesenangan.

a.  Asumsi
Harapan pelanggan pada tingkat pertama berwujud asumsi. Misalnya, “Saya berharap toko buku itu menyediakan buku-buku pelajaran SMK.”

b.  Spesifikasi
Pada tingkat kedua harapan pelanggan berupa spesifikasi, yaitu kepuasan yang dicerminkan oleh pemenuhan standar pelayanan. Misalnya, “Saya berharap dilayani dengan baik dan penuh perhatian oleh pemilik toko buku itu.”

c.  Kesenangan
Pada tingkat ketiga, harapan pelanggan berupa kesenangan. Misalnya, “Saya berharap toko buku itu memberikan bonus.”

Dari ketiga tingkatan tersebut dapat disimpulkan bahwa harapan pelanggan adalah terpenuhinya kebutuhan, merasa diperhatikan, dan mendapat pelayanan yang baik dan cepat. Dalam memenuhi harapan pelanggan diperlukan suatu strategi pelayanan, sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan. Strategi pelayanan tersebut meliputi empat hal, yaitu:

·         Atribut layanan
·         Pendekatan untuk penyempurnaan kualitas jasa layanan
·         Umpan balik untuk peningkatan kualitas layanan, dan
·         Implementasi pelayanan

5.  Pelayanan Prima Berdasarkan A3

Salah satu cara dalam menciptakan dan mempertahankan hubungan yang baik dan harmonis dengan para kolega dan pelanggan adalah dengan melakukan konsep pelayanan prima berdasarkan A3 (attitude, attention, dan action). Pelayanan prima berdasarkan konsep A3, artinya pelayanan yang diberikan kepada pelanggan dengan menggunakan pendekatan sikap (attitude), perhatian (attention), dan tindakan (action).
Dewasa ini telah cukup banyak ahli manajemen yang mengkaji pentingnya pelayanan prima terhadap pelanggan, seperti Deming, Stephen Usela, Collier, Vincent Gaspersz, Fandy Tjiptono, dan lain-lain. Mereka telah mengembangkan berbagai konsep tentang pelayanan prima, seperti konsep VINCENT, Siklus Deming, TQS (Total Quality Service), TQM (Total Quality Management), dan lain-lain.

Vincent Gasperasz mengembangkan suatu konsep manajemen perbaikan mutu yang disebut VINCENT. Konsep ini terdiri tujuh strategi perbaikan kualitas pelayanan. Ketujuh konsep tersebut, yaitu:

a.    Visionary transformation (transformasi visi)

b.    Infrastructure (kebutuhan akan sarana prasarana)

c.    Need for improvement (kebutuhan untuk perbaikan)

d.    Costumer focus (focus pada pelanggan)

e.    Empowerment (pemberdayaan potensi)

f.     New views of quality (pandangan baru tentang mutu)

g.    Top management (omitmen manajemen puncak)


Dr. W. Edwards Deming, seorang ahli manajemen yang dijuluki Bapak TQM, mengembangkan konsep Siklus Deming, atau disebut juga Siklus PDSA (Plan, Do, Study and Act). Konsep Siklus Deming tentang peningkatan mutu pelayanan dilakukan melalui langkah-langkah berikut ini.

a. Tahap Plan (Perencanaan)

Rencana perbaikan kualitas pelayanan mencakup (empat) langkah, yaitu:

·         Identifikasi peluang perbaikan
·         Dokumentasi proses yang ada pada saat ini
·         Menciptakan visi proses yang perlu perbaikan
·         Menentukan jangkauan usaha perbaikan

b. Tahap Do (Pelaksanaan)
Rencana yang telah disusun dilaksanakan secara nyata, bertahap dan berkesinambungan.

c. Tahap Study (Pemeriksaan)
Hasil pelaksanaan program kemudian dievaluasi, diperiksa, dicatat, untuk dijadikan dasar penyesuaian dan perbaikan.

d. Tahap Act (Pemeriksaan)
Penyesuaian dan perbaikan dilaksanakan berdasarkan hasil penelitian. Langkah selanjutnya adalah mengulangi siklus rencana perbaikan berikutnya.

Stamatis mengembangkan konsep Total Quality Service (TQS) sebagai system manajemen strategi dan integratip yang melibatkan semua unsure manajer dan pegawai/karyawan dengan menggunakan metode kualitatip dan kuantitatip untuk memperbaiki proses-proses pelayanan agar dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Menurut Stamatis ada tiga dimensi pokok yang berkaitan dengan TQS, yaitu strategi, system, dan SDM. Ketiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

·         Strategi adalah dimensi penggunaan pendekatan dan metode yang dianggap paling efektif dalam mencapai tujuan organisasi dalam meningkatkan mutu pelayanan.

·         Sistem adalah prosedur atau tata cara yang dirancang untuk mendorong dalam meningkatkan mutu pelayanan.

·         Sumber daya manusia (SDM) adalah tenaga kerja, pegawai atau karyawan yang memiliki kapasitas responsip terhadap peningkatan mutu pelayanan.

Tujuan pokok TQS adalah untuk mewujudkan kepuasan pelanggan, memberikan tanggungjawab kepada pelanggan, dan melakukan perbaikan mutu pelayanan secara terus menerus.

6.  Pelayanan Prima Berdasarkan Sikap

Pelayanan prima berdasarkan sikap adalah pemberian pelayanan kepada para pelanggan dengan berfokus pada pemberian sikap (attitude) tenaga pelayanan. Pelayanan prima berdasarkan sikap ini meliputi pelayanan dengan penampilan serasi, pelayanan dengan pikiran positif, dan pelayanan dengan sikap menghargai. Ketiga hal tersebut dapat dijelaskan seperti berikut ini.

a.  Pelayanan dengan penampilan serasi

Penampilan serasi merupakan suatu hal yang penting bagi setiap orang, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun di tempat pekerjaan. Dengan selalu berpenampilan serasi dan menarik maka kita akan dihormati, disegani, dan dipercayai oleh orang lain. Sebaliknya kepada orang-orang dengan penampilan seronok, tidak menarik, dan tidak serasi biasanya orang lain tidak menyukainya.

Orang dapat dikatakan berpenampilan serasi apa bila memenuhi persyaratan berikut ini.

·         Model, corak dan warna bahan pakaian yang dikenakan sesuai dengan warna kulit si pemakai
·         Model pakaian yang digunakan haruslah sesuai dengan usia si pemakai
·         Memilih busana yang sesuai dengan waktu pemakaian
·         Berbusana sesuai dengan tempat dan keadaan cuaca
·         Kombinasi pakaian secara keseluruhan sesuai dengan model, warna, corak, dan lain-lain.

Pada umumnya kepribadian seseorang dapat dinilai dari cara orang tersebut berpakaian dan berpenampilan. Dan didalam kenyataannya orang yang berkepribadian baik cenderung memperhatikan penampilannya. Berpenampilan serasi ini tercermin dari cara berhias yang menarik, cara berbusana yang rapi, dan ekspresi wajah yang menarik.

Untuk lebih jelasnya berikut ini diuraikan prinsip-prinsip berpenampilan serasi.
Penampilan serasi dengan cara berhias

Penampilan serasi dapat terlihat dari cara seseorang dalam berhias. Didalam berhias hendaknya tidak berlebihan, agar tidak terkesan norak atau kampungan. Berpenampilan serasi dengan cara berhias adalah menjadi keharusan bagi setiap orang, terlebih lagi bagi tenaga pemasaran, atau pelayan yang berhubungan langsung dengan pelanggan. Seorang pelayan atau sekretaris yang berpenampilan serasi dengan cara berhias diharapkan dapat menarik simpatik dari para kolega dan pelanggan.
Penampilan serasi dengan cara berbusana yang baik

Berpenampilan serasi dapat pula dilihat dari cara berpakaian atau berbusana. Agar dapat berbusana yang rapi maka seseorang harus memperhatikan mode, warna, corak, jenis pakaian, dan perlengkapan pakaian yang dikenakan. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah mengenakan perlengkapan busana, karena perlengkapan busana ini berfungsi memperindah atau menambah keindahan. Perlengkapan busana tersebut diantaranya adalah sepatu, kaos kaki, topi/kopiah, tas, dasi, ikat pinggang, sarung tangan dan lain-lain.

Penampilan serasi dengan ekspresi wajah

Berpenampilan serasi akan bertambah indah dan menarik apabila disertai dengan ekspresi wajah yang simpatik, sopan, ramah murah senyum dan sebagainya. Oleh karena itu dalam berhubungan dengan pelanggan seorang pelayan sebaiknya melakukan hal-hal berikut ini.

·         Melakukan kontak mata langsung dengan disertai senyum agar menun- jukkan kesiapan dan keseriusan dalam melayani kolega dan pelanggan
·         Menghindari ekspresi wajah yang murung dengan mata menatap kebawah atau kepada suatu benda
·         Menghindari ekspresi wajah dengan mata yang berkerut atau menyipit, karena hal itu menunjukkan sikap yang tidak bersahabat serta terkesan tidak memperhatikan pelanggan
·         Menampilkan senyuman manis dengan menghindari bibir yang rapat dan kaku atau digigit-gigit
·         Menengakkan posisi wajah atau kepala agar menunjukkan kesiapan dan keseriusan dalam melayani kolega dan pelanggan.

b.  Melayani pelanggan dengan berpikiran posistif

Kenyataan menunjukkan bahwa dengan selalu berpikiran positif (positive thinking) maka segala permaslahan hidup akan dapat diatasi dan dipecahkan secara adil dan bijaksana. Demikian pula dalam melayani kolega dan pelanggan setiap pelayan atau penjual harus selalu berpikiran positif, logis, dan tidak emosional. Pelayanan yang selalu berpikiran positif akan mampu menjalin hubunhan interpersonal yang baik antara kolega dan pelanggannya.

Melayani kolega dan pelanggan dengan berpikiran positif merupakan proses pelayanan yang dilakukan berdasarkan akal pikiran yang sehat dan logis. Seorang pelayan atau penjual yang menerapkan konsep pelayanan seperti ini akan lebih mudah untuk mendapatkan informasi tentang harapan dan kebutuhan pelanggan. Dengan demikian seorang pelayan atau penjual hendaknya melakukan pendekatan terhadap pelangan dengan cara selalu berpikiran positif, yaitu pendekatan yang masuk akal, rasional, logis, dan intelektual.

Melayani pelanggan dengan berpikiran positif terdiri dari:

1) Melayani pelanggan secara terhormat

Melayani pelanggan dengan sikap terhormat, artinya setiap pelanggan diperlakukan sebagi tamu istimewa yang harus diterima, dilayani, dihormati, dan dipuaskan harapan dan kebutuhannya.

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam melayani pelanggan secara terhormat, adalah sebagai berikut.

·   Menyapa pelanggan yang baru datang dengan sikap ramah dan penuh rasa hormat.

·   Mempersilakan pelanggan untuk menunggu atau duduk apabila terjadi antrian dan kondisi ruangan syarat oleh pembeli.

·   Bertanya. Mendengarkan, dan mencatat semua kebutuhan pelanggan secara ramah, sopan, dan menggunakan tata bahasa yang baik agar tidak menyinggung perasaan pelanggan.

·   Bersikap sabar dalam memberikan pelayanan, menunjukkan contoh barang, atau tempat barang yang diperlukan pelanggan.

·   Melayani pelanggan dengan sungguh-sungguh sampai akhir transaksi tetap berfikir positif tanpa harus mencurigai pelanggan.

2) Melayani pelanggan dengan menghindari sikap apriori

Pelayan atau pedagang yang melayani pelanggan dengan sikap apriori menunjukkan bahwa ia tidak menggunakan cara berpikiran yang positif. Sikap seperti acuh tak acuh, masa bodoh, atau tidak perhatian dapat menyebabkan kolega atau pelanggan menjadi tersinggung, kecewa atau merasa jengkel. Oleh karena merasa tidak dihargai maka kolega atau pelanggan tidak mau datang lagi.

Sikap apriori yang perlu dihindari dalam melayani kolega atau pelanggan adalah sebagai berikut:

·         Sikap acuh tak acuh atau masa bodoh terhadap kolega dan pelanggan.

·         Sikap angkuh dan tidak sabar dalam melayani kolega atau pelanggan.

·         Sikap membiarkan kolega atau pelanggan menunggu lama tanpa menyapa sedikitpun.

·         Sikap mendahulukan kolega atau pelanggan yang dianggap menguntungkan dan mempunyai status sosial yang lebih tinggi.

·         Sikap meremehkan kolega atau pelanggan yang dianggap kurang menguntungkan dan berdaya beli rendah.

Sikap-sikap apriori tersebut harus dihindari oleh pelayan atau penjual apabila tidak ingin ditinggalkan oleh kolega dan pelanggannya. Mutu pelayanan yang rendah akan menimbulkan imej dan opini publik yang bersifat negatif.

3) Menghindari sikap mencari atau memanfaatkan kelemahan pelanggan

Melayani pelanggan dengan cara berpikiran positif juga dapat dilakukan dengan tidak mencari atau memanfaatkan kelemahan kolega atau pelanggan. Dalam hal ini, yang dimaksudkan dengan kelemahan pelanggan adalah pelanggan tidak mengetahui harga, kualitas, dan keaslian barang, atau pelanggan sudah lanjut usia. Sikap mencari dan memanfaatkan kelemahan pelanggan harus dihindari oleh pelayan atau penjual, karena dapat menimbulkan perasaan kecewa.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pelayan atau penjual dalam menghindari sikap mencari dan memanfaatkan kelemahan pelanggan adalah sebagai berikut.

·         Berusaha menciptakan kepercayaan pelanggan terhadap kualitas barang atau jasa dan kualitas pelayanan, seingga loyalitas dan partisipasi pelanggan dapat diwujudkan.

·         Selalu bersikap jujur dengan menghindari sikap membohong atau menipu pelanggan.

·         Selalu bertindak rasional dan professional dalam menjelaskan kualitas dan harga barang/jasa yang ditawarkan.

·         Selalu bersikap adil dan bijaksana dengan tidak menjual barang imitasi/tiruan atau barang yang sudah kadaluwarsa.


c.  Melayani pelanggan dengan sikap menghargai

Melaksanakan pelayanan prima berdasarkan sikap dapat pula dilakukan dengan cara melayani kolega dan pelanggan dengan sikap menghargai. Perlu kita sadari bahwa setiap orang ingin dihargai dan dihormati. Demikian pula pelanggan tentu saja ingin dihormati dan dihargai oleh pelayan atau pedagang. Dengan demikian, antara pelayan dan pelanggan hendaknya saling menghormati dan menghargai. Sikap saling menghargai dapat ditunjukkan oleh tutur bahasa yang baik, ekspresi wajah yang sopan, ramah dan simpatik, serta sikap yang bersahabat.

Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan oleh pelayan atau penjual dalam melayani kolega atau pelanggan dengan sikap menghargai adalah sebagai berikut.

·         Menyapa kolega atau pelanggan yang baru datang dengan sikap dan tutur bahasa yang baik, ramah, sopan dan bersahabat.

·         Mendengarkan setiap permintaan kolega atau pelanggan dengan sikap penuh perhatian dan pengahrgaan.

·         Menciptakan suasana yang menyenangkan dengan sikap simpatik, sopan santun dan ramah tamah.

·         Melayani kolega atau pelanggan dengan sikap yang bijaksana tanpa memperhatikan latar belakang dan status sosial pelanggan.

·         Melayani pelanggan dengan tetap berpikiran positif dan tidak mudah marah.

Pelayan yang melayani pelanggan dengan sikap mengahargai dapat menggunakan cara penawaran persuasive, yaitu memperhatikan, menarik minat pelanggan, mendorong pelanggan untuk membeli, dan menyerahkan pengambilan keputusan kepada pelanggan.



Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan oleh pelayan atau penjual dalam melakukan pendekatan persuasive kepada pelanggan adalah sebagai berikut.

·         Memberikan perhatian kepada pelanggan dengan menggunakan tutur bahasa yang baik dan menarik.

·         Mempelajari terlebih dahulu harapan, kebutuhan, perasaan, dan karakter pelanggan.

·         Mendengarkan pendapat pelanggan, dengan ramah dan penuh perhatian, kemudian menjelaskan manfaat produk yang telah menjadi perhatiannya.

7.  Pelayanan Prima Berdasarkan Perhatian

Pelayanan prima berdasarkan konsep perhatian (attention) mencakup tiga prinsip pokok, yaitu:

Ø  Mendengarkan dan memahami secara sungguh-sungguh kebutuhan para kolega dan pelanggan.
    
Ø  Mengamati dan menghargai perilaku para kolega dan pelanggan.

Ø  Mencurahkan perhatian penuh kepada para kolega dan pelanggan.

Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas, ketiga hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

a.  Mendengarkan dan memahami kebutuhan pelanggan

Pelayanan prima berdasarkan konsep perhatian dapat diterapkan dengan cara mendengarkan dan memahami kebutuhan pelanggan. Cara-cara yang efektif dalam mendengarkan dan memahami kebutuhan pelanggan dapat dilakukan seperti berikut ini.

1.    Melakukan pendekatan kepada pelanggan dengan sikap yang empati

2.    Menghindari sikap mencari-cari alasan

3.    Tidak memberikan interpretasi atau penafsiran yang keliru tentang pelanggan

4.    Berusaha dengan penuh perhatian untuk mendengarkan permintaan dan kebutuhan pelanggan

5.    Mencatat semua kebutuhan pelanggan agar tidak lupa

6.    Menanyakan kembali kebutuhan pelanggan jika lupa atau kurang jelas

7.    Memberikan penjelasan dengan sejujur-jujurnya tentang kondisi kualitas dan harga barang yang akan dibeli oleh pelanggan

b.  Mengamati perilaku pelanggan

Perilaku pelanggan adalah tindakan, proses dan hubungan sosial yang dilakukan oleh seseorang, kelompok, dan organisasi dalam mendapatkan dan menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai suatu akibat dari pengalamannya dengan produk, pelayanan, dan sumber lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian Ernest Kretschmer, perilaku pelanggan sangat dipengaruhi oleh bentuk tubuhnya. Ia mengelompokkan perilaku pelanggan kedalam tiga tipe kepribadian, yaitu tipe piknis, tipe leptosom, dan tipe atletis.

Ciri-ciri dan karakter ketiga tipe pelanggan tersebut adalah sebagai berikut.

Pelanggan tipe piknis

Bentuk tubuh pelanggan tipe piknis antara lain bentuk badan bulat, agak pendek, dan muka atau wajahnya bulat lebar. Pelanggan tipe ini pada umumnya bersifat ramah, suka berbicara, tenang dan suka humor.

Dalam menghadapi pelanggan tipe piknis ini, seorang penjual hendaknya memperhatikan suasana hatinya dan melayani bercakap-cakap jika pelanggan menghendakinya, serta menghindari perdebatan atau tidak bersikap konfrontasi.

Pelanggan tipe leptosom

Bentuk tubuh pelanggan tipe leptosom, diantaranya agak kecil dan lemah, bahu tampak kecil, leher dan anggota badan kurus dan panjang. Pelanggan tipe leptosom umumnya bersifat sombong, sok intelek, dan sok idealis.

Dalam menghadapi pelanggan tipe leptosom, seorang pelayan atau penjual hendaknya menghormati pelanggan seperti layaknya seorang raja yang harus selalu dilayani, bersikap sabar, perhatian, penuh hormat, bijaksana, dan menuruti perintahnya.

Pelanggan tipe atletis

Bentuk tubuh pelanggan tipe atletis, diantaranya badannya kokoh, pundak tampak lebar, dan pinggul berisi, anggota badannya cukup panjang, berotot dan lebar, muka atau wajahnya bulat lonjong. Pelanggan tipe atletis ini umumnya mempunyai karakter, seperti banyak gerak, berpenampilan tenang, jarang humor, dan tidak cepat percaya pada orang lain.

Dalam menhadapi pelanggan tipe atletis, pelayan atau penjual hendaknya menghindari perdebatan yang tidak bermanfaat, memberikan kesan seolah-olah pelanggan adalah orang yang baik dan cerdas, serta menghindari sikap terburu-buru, dan harus bersabar dalam melayaninya.

Selain tiga tipe pelanggan tersebut, pelanggan dapat pula dikelompokkan sebagai berikut.

1.    Pelanggan pria

2.    Pelanggan wanita

3.    Pelanggan remaja

4.    Pelanggan lanjut usia

5.    Pelanggan pendiam

6.    Pelanggan yang suka berbicara

7.    Pelanggan yang guigup

8.    Pelanggan yang ragu-ragu

9.    Pelanggan pembantah

10. Pelanggan yang sadar

11. Pelanggan yang curiga

12. Pelanggan yang angkuh

Dari bermacam-macam tipe dan golongan pelanggan seperti tersebut di atas, kita dapat mengetahui bahwa tidak semua pelanggan bersikap baik dan bersahabat. Itulah sebabnya mengamati pelanggan sangatlah penting, karena hal itu merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan dalam melaksanakan pelayanan prima berdasarkan konsep perhatian.

Penerapan pelayanan prima berdasarkan konsep perhatian merupakan konsep yang sesuai dengan hukum tentang pelanggan, yaitu “the costumer is always right” artinya pelanggan selalu menganggap dirinya paling benar.



c.  Mencurahkan perhatian kepada pelanggan

Pelayanan prima berdasarkan konsep perhatian (attentioan) dapat dilakukan dengan cara mencurahkan perhatian penuh kepada perilaku pelanggan. Dalam hal ini terdapat tujuh prinsip dalam mewujudkan perhatian kepada pelanggan, yaitu sebagai berikut.

1.                Menetapkan visi, komitmen, dan suasana

2.                Mensejajarkan dengan pelanggan

3.                Mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan pelanggan

4.                Memanfaatkan informasi dari pelanggan

5.                Mendekati pelanggan

6.                Memberdayakan karyawan

7.                Penyempurnaan produk dan proses secara terus menerus

Pada dasarnya seorang pelanggan akan merasa senag jika harapan dan kebutuhannya diperhatikan. Oleh karenanya penjual atau perusahaan dalam mencurahkan perhatian terhadap pelanggan dapat dilakukan dengan cara berfokus pada pelanggan dan harus memperhatikan ketujuh prinsip tersebut diatas.

8.  Pelayanan Prima Berdasarkan Tindakan

Melaksanakan pelayanan prima berdasarkan konsep tindakan (action) terdiri dari lima hal/tindakan sebagai berikut.

Ø  Mencatat pesanan pelanggan

Ø  Mencatat kebutuhan pelanggan

Ø  Menegaskan kembali kebutuhan pelanggan

Ø  Mewujudkan kebutuhan pelanggan

Ø  Menyatakan terima kasih dengan harapan pelanggan kembali.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, kelima hal tersebut dapat diuraikan sebagai seperti berikut ini.

a.  Mencatat pesanan pelanggan

Langkah pertama yang dilakukan oleh pelanggan dalam membeli barang/jasa adalah dengan memesannya terlebih dahulu. Adanya pesanan dari pelanggan merupakan awal terjadinya transaksi jual-beli.

Setiap pesanan yang diminta pelanggan harus segera dilayani dengan cara didengarkan dan dicatat. Kemudian mengecek kembali apakah ada perubahan jenis dan jumlah pesanan atau tidak, kapan jadwal atau waktu pengiriman barang.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh pelanggan dalam memesan barang/jasa yang dibutuhkan, yaitu:

1.    Memesan barang/jasa secara langsung (datang di perusahaan)

2.    Memesan barang/jasa dengan surat pesanan

3.    Memesan barang/jasa dengan menggunakan sarana telekomunikasi, seperti telepon, telex, faksimili dan e-mail/internet.

Pesanan pelanggan harus segera dicatat oleh pelayan atau penjual, baik menggunakan buku nota penjualan maupun menceklist daftar barang.

Seorang pelayan atau penjual harus cekatan dalam melakukan pencatatan pesanan pelanggan, agar tidak terjadi kekeliruan dalam hal jumlah maupun jenis barang/jasa yang dipesan oleh pelanggan.

b.  Pencatatan kebutuhan pelanggan

Pencatatan kebutuhan pelanggan berbeda dengan pencatatan pesanan pelanggan. Pencatatan pesanan pelanggan hanya mencakup jenis, bentuk, model, jumlah dan harga barang. Sedangkan pencatatan kebutuhan pelanggan  menyangkut obyeknya, yaitu sifat dan tingkat konsumsi, kebiasaan, atau waktu kebutuhan.

Pencatatan kebutuhan pelanggan berdasarkan berdasarkan ceklist merupakan tindakan yang dapat menggambarkan obyek ceklist, yaitu pencatatan kebutuhan pelanggan sebagai daftar pemeriksaan terhadap faktor-faktor yang diinginkan oleh pelanggan.
Obyek ceklist tersebut diantaranya sebagai berikut.

1.   Sifat dan tingkat konsumsi

Sifat-sifat pelanggan yang perlu dicatat adalah apa saja pelayanan yang paling disukai oleh pelanggan. Tingkat konsumsi pelanggan yang harus dicatat adalah apakah pelanggan lebih menyukai barang tahan lama (durable goods) atau barang tidak tahan lama (non durable goods) atau apakah jumlah barang yang diinginkan pelanggan banyak atau tidak. Hal ini dilakukan agar penjual dapat menetapkan prioritas produk yang paling disukai oleh pelanggan.

2.   Kebiasaan pelanggan

Kebiasaan pelanggan dalam membeli suatu barang/jasa perlu diperhatikan dan dicatat. Oleh karena itu pelayan atau penjual hendaknya mengetahui hal-hal berikut.
·         Apa saja barang-barang yang dibutuhkan pelanggan

·         Apa saja yang diperhatikan oleh pelanggan dalam membeli barang

·         Apakah pelanggan membutuhkan atau menginginkan barang yang bersifat khusus (merek, kualitas, antik dan sebagainya)

3.  Waktu kebutuhan pelanggan

Waktu kebutuhan pelanggan merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dan dicatat oleh penjual. Dalam hal ini penjual perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

·         Pada waktu kapan pelanggan memperbaiki atau mengganti barang yang dibutuhkannya, apakah harian, mingguan, bulanan, atau tahunan.

·         Kapan pelanggan mengkonsumsi barang tertentu, apakah pada awal bulan/tahun, akhir bulan/tahun, ataukah pada hari-hari besar tertentu.

Berdasarkan konsep tindakan, penggunaan system ceklist dapat mewujudkan akurasi pelayanan, yaitu melayani kebutuhan pelanggan secara cepat, tepat, dan akurat. Suatu pelayanan dikatakan akurat jika pelayan atau penjual dapat menghindari kekeliruan, seperti salah mencatat, salah menentukan harga, dan salah dalam penyerahan barang.

c.  Penegasan kembali kebutuhan pelanggan

Setiap pesanan yang diminta atau dibutuhkan pelanggan harus diperhatikan dan dicatat. Catatan tersebut kemudian dicek dan ditegaskan kembali kepada pelanggan apakah barang-barang yang dipesan jumlah dan jenisnya tidak berubah, kapan waktu pengiriman barang akan dilakukan, dan bagaimana cara pembayarannya.

Untuk menghindari kekeliruan pelayan atau penjual hendaknya menegaskan kembali semua kebutuhan pelanggan dan melakukan pengecekan atas hal-hal sebagai berikut.

·         Mengecek keadaan barang

·         Cara pengiriman barang

·         Cara pembayaran

·         Alat dan tempat pembayaran

·         Ongkos angkut barang yang dipesan

·         Pembungkusan atau pengepakan barang

d.  Mewujudkan kebutuhan pelanggan

Kebutuhan pelanggan akan terwujud apabila pelayan atau penjual telah menerapkan prinsip pelayanan prima. Kepuasan pelanggan merupakan refleksi dari terpenuhinya harapan dan kebutuhannya. Oleh karena itu perusahaan bisnis atau penjual dalam mewujudkan kepuasan pelanggan perlu meningkatkan kualitas pelayanannya.

Peningkatan kualitas pelayanan antara lain dengan melakukan pendekatan kaize. Kaizen berasal dari bahasa Jepang, yaitu kai dan zen. Kai artinya perubahan dan zen artinya baik. Jadi, Kaizen dapat diartikan sebagai suatu pedoman untuk melakukan perubahan pelayanan agar menjadi lebih baik.

Prinsip-prinsip pendekatan Kaizen menurut Vincent Gaspersz adalah sebagai berikut.

·         Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.

·         Tidak bolae ada satu hari pun yang lewat tanpa peningkatan.

·         Masalah yang timbul merupakan suatu kesempatan untuk melakukan perbaikan.

·         Menghargai perbaikan dan peningkatan walaupun kecil.

·         Perbaikan dan peningkatan tidak harus memerlukan investasi yang besar.

Dalam usaha memperbaiki kualitas pelayanan, perusahaan atau penjual perlu memperhatikan kekuatan dan kelemahan suatu konsep pelayanan.

Kekuatan pelayanan, antara lain berupa cara kerja yang terorganisir, profesional, dan sistematis; hubungan kerja konstruktif, baik vertical maupun horizontal; penyediaan pelayanan sesuai dengan kebutuhan; dan komunikasi yang terjalin baik antara perusahaan atau penjual dan pelanggan.

Kelemahan pelayanan antara lain disebabkan tidak adanya umpan balik (feed back), birokrasi yang terlalu rumit (complicated), kurangnya pengetahuan tentang pelayanan yang baik, kurangnya jalinan komunikasi yang baik, kurangnya keterampilan dari pelayan atau penjual, dan tidak adanya tindakan untuk promosi.


e.  Mengucapkan terima kasih dengan harapan pelanggan kembali

Mengucapkan terima kasih kepada pelanggan yang telah membeli barang/jasa sangatlah penting agar mereka kembali berbelanja. Prinsip ini merupakan bagian dari pelaksanaan pelayanan prima menurut konsep tindakan. Pelayan atau penjual harus berusaha untuk selalu mengahargai pelanggan dan melayaninya sampai selesai transaksi jual-beli. Tindakan pelanggan yang profesional dalam menutup transaksi jual beli adalah dengan mengucapkan terima kasih kepada pelanggan.

Pernyataan terima kasih kepada pelanggan tidak hanya diungkapkan melalui kata-kata, tetapi dapat pula dengan memberikan bonus atau diskon. Pernyataan terima kasih kepada pelanggan eksternal tetap biasanya diberikan setiap tahun, misalnya bingkisan lebaran atau bingkisan hari raya yang lain.

Untuk mengetahui penilaian pelanggan atas kualitas barang dan kualitas pelayanan, maka penjual atau perusahaan dapat mengedarkan suatu angket penilaian. Angket diberikan ketika pelayan atau penjual sedang mengucapkan pernyataan terima kasih,kepada pelanggan.

9.  Sikap Dalam Bekerja

Dalam bekerja kita tidak seorang diri, melainkan dalam bentuk tim. Oleh karena kita bekerja dalam tim maka perlu memperhatikan sikap terhadap orang lain, baik atasan, teman sekerja, maupun anak buah. Berikut ini diuraikan bagaimana kita harus bersikap  dalam bekerja.

a.  Sikap terhadap rekan kerja

·         Bersikap baik dan bersahabat dalam melaksanakan koordinasi

·         Menghindari ucapan atau kata-kata yang tidak sopan, atau tidak pantas untuk diucapkan

·         Menghindari sikap dan ucapan yang bernada bermusuhan

·         Menjauhi sikap berprasangka buruk terhadap atasan dan teman sekerja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar